1. perkembangan
1.1. lingkungan yang organisasina jelas dan struktur ego terorganisasi dengan baik
1.1.1. positif bagi perkembangan anak
1.2. lingkungan yang organisasinya tidak jelas dan struktur ego terorganisasi dengan kurang baik
1.2.1. kurang positif bagi perkembangan anak
2. aku
2.1. point of reference
2.1.1. diri sendiri
2.1.2. menentukan tindakan
2.1.3. tujuan yang ingin dicapai
2.2. integrasi
2.2.1. perasaan
2.2.2. pemikiran
2.2.3. tindakan seseorang
2.3. proses belajar
2.3.1. mengenali
2.3.1.1. realitas
2.3.1.2. nilai-nilai
2.3.1.3. mengembangkan diri
2.4. ada
2.5. fungsi
2.5.1. pengendalian diri
2.5.2. kata hati
2.6. cita-cita
2.7. perkembangan kepribadian menuju kematangan
2.7.1. perubahan keadaan
2.7.1.1. tergantung pada orang lain menjadi mandiri
2.7.1.2. tidak mengerti menjadi mengerti
2.7.1.3. tidak mampu menjadi mampu
2.7.1.4. amoral menjadi bermoral
2.7.1.5. egosentris menjadi penyesuaian diri pada orang lain
3. Pentingnya Pengalaman masa dini dan asuhan keibuan (mothering)
3.1. Check out http://www.mindmeister.com/tools
3.2. deprivasi / keterlantaran kasih sayang ibu di masa dini
3.2.1. emosi
3.2.2. sikap
3.2.3. predisposisi
3.3. eksperimen Hess
3.3.1. imprinting
3.3.1.1. belajar masa dini tergantung pola motorik ( innate motor patterns )
3.3.2. adequate maturation
3.3.2.1. kematangan yang cukup tanpa motivasi
3.3.3. anak itik
3.3.3.1. respon mengekor (following response)
3.4. eksperimen bernstein
3.4.1. tikus
3.4.1.1. sering dibelai (EH)
3.4.1.1.1. berhasil dalam maze learning
3.4.1.1.2. daya tahan lebih besar
3.4.1.2. tidak dibelai (NH)
3.4.1.3. sedang (IH
3.5. eksperimen harlow
3.5.1. monyet
3.5.1.1. tidak diasuh induk asli
3.5.1.1.1. tidak dapat pasangan
3.6. eksperimen fisher
3.6.1. anak anjing
3.6.1.1. permisif
3.6.1.1.1. aktif
3.6.1.1.2. dominan
3.6.1.1.3. tidak dependen
3.6.1.2. ambivalen
3.6.1.3. diisolasi dan dihukum
3.6.1.4. diisolasi
3.6.1.5. ditolak
3.7. temuan ini menjadi perhatian pakar untuk diteliti kembali
3.7.1. Ribble
3.7.1.1. jenis stimulus
3.7.1.1.1. taktil
3.7.1.1.2. kinestetik
3.7.1.1.3. pendengaran
3.7.1.2. hasil
3.7.1.2.1. baik/adequate
3.7.1.2.2. kurang baik/inadequate
3.7.2. Yarrow
3.7.2.1. separation
3.7.2.1.1. apati
3.7.2.1.2. penurunan aktivitas
3.7.2.1.3. kemurungan
3.7.2.1.4. tidak mau makan
3.7.2.1.5. penolakan terhadap tiap ibu
3.7.2.1.6. ramah tanpa emotional attachment
3.7.2.2. gangguan dalam kualitas mothering
3.7.2.2.1. neurosis pada anak
3.7.2.2.2. schizophrenia
3.7.2.3. Institutional
3.7.2.3.1. asrama/panti asuhan
3.7.2.4. multiple
3.7.2.4.1. lambat kemampuan sosial dan personal
3.7.3. Cumming
4. Interaksi antara bawaan lingkungan(akuself)
4.1. bawaan/herediter/konstitusional
4.2. lingkungan
4.2.1. fisik
4.2.1.1. keadaan rumah
4.2.1.2. udara
4.2.1.3. gizi
4.2.2. sosial-budaya
4.2.2.1. orangtua
4.2.2.2. sekolah
4.2.2.3. pesantren
4.2.2.4. kelompok lainnya
4.2.2.5. orangtua
4.3. interaksi bawaan dan lingkungan
5. Pola Hubungan Keluarga dan Keluarga Patogenik
5.1. Coleman
5.1.1. gangguan kepribadian
5.1.1.1. pola hubungan antaranggota yang patogenik atau gangguan interaksi
5.1.1.1.1. antara ayah-ibu
5.1.1.1.2. antara ayah/ibu-anak
5.1.1.1.3. antara anak-anak
5.1.1.2. struktur keluarga patogenik : tidak mendukung keadaan anak bahkan merusak
5.1.1.2.1. tidak adekuat
5.1.1.2.2. terganggu
5.1.1.2.3. antisosial
5.1.1.2.4. terpecah
6. Diagnosis tingkah laku abnormal
6.1. goldman dan foreman
6.1.1. organisasi gejala-gejala
6.1.2. dikelompokkan menjadi suatu sindrom
6.1.3. pemeriksaan lebih spesifik menentukan gangguan mental
6.2. disfungsi
6.3. keadaan (state)
6.4. sifat
7. Klasifikasi Tingkah Laku Abnormal
7.1. psikologis
7.1.1. linneaus
7.1.1.1. gangguan dala ide, imajinasi dan emosi
7.1.2. arnold
7.1.2.1. gangguan ideal dan notional
7.1.2.2. gangguan fungsi persepsi dan imajinasi
7.1.2.3. gangguan konseptual/pemikiran
7.1.3. pritchard
7.1.3.1. moral insanity
7.1.3.2. intelectual insanity
7.1.4. heinroth
7.1.4.1. gangguan pengertian
7.1.4.2. gangguan kehendak
7.1.4.3. gangguan campuran
7.1.5. bucknill & tuke
7.1.5.1. gangguan intelek
7.1.5.2. gangguan afektif (emosi)
7.1.6. ziehen
7.1.6.1. gangguan tanoa efek
7.2. fisiologis
7.2.1. Tuke
7.2.1.1. gangguan sensorik
7.2.1.2. fungsi motorik
7.2.1.3. ide
7.2.2. maynart
7.2.2.1. perubahan anatomis
7.2.2.2. gangguan gizi
7.2.2.3. keracunan
7.2.3. wernicke
7.2.3.1. gangguan anasthesia
7.2.3.2. gangguan hyperaestesia
7.2.3.3. parasthesia
7.2.3.4. afunction
7.2.3.5. hyperfunction
7.2.3.6. parafunction
7.2.3.7. akinesis
7.2.3.8. hyperkinesis
7.2.3.9. parakinesis
7.3. etiologis
7.3.1. skae
7.3.1.1. hereditary insanity
7.3.1.2. toxic insanity
7.3.2. oligophrenia
7.3.3. neurosis dan psikoneurosis
7.3.4. psikosis schizophrenia
7.3.5. konstitusi psikopatik
7.3.6. psikosis afektif
7.3.7. keadaan kacau
7.3.8. psikosis epileptik
7.3.9. kelumpuhan umum
7.3.10. psikosis lain yang berkaitan dengan penyakit otak
7.3.11. dementia
7.3.12. tak tergolongkan
7.4. simtomatologis
7.4.1. kraeplin
7.4.1.1. Stimming/emosi
7.4.1.2. Denken/pikiran
7.4.1.3. handling/tindakan
7.5. DSM II untuk Indonesia
7.5.1. retardasi mental
7.5.2. sindroma otak
7.5.3. psikosis yang bertalian dengan kondisi fisik
7.5.4. neurosis
7.5.5. gangguan kepribadian + gangguan nonpsikotik
7.5.6. gangguan psikofisiologis
7.5.7. gejala-gejala khusus
7.5.8. gangguan situsional sementara
7.5.9. gangguan tingkah laku anak + remaja
7.5.10. tidak ada kelainan psikiatrik
7.5.11. tak tergolongkan
7.6. DSM IV revised
7.6.1. Axis I simtom klinis
7.6.2. Axis II gangguan kepribadian
7.6.3. Axis III dasar-dasar organik
7.6.4. Axis IV keparahan stresor
7.6.5. Axis V penyesuaian diri
8. Gambaran Umum
8.1. Coleman
8.1.1. penyebab tingkah laku abnormal dan gangguan jiwa tidaklah tunggal (multiclausal)
8.1.1.1. faktor-faktor bawaan
8.1.1.1.1. predisposisi
8.1.1.1.2. kepekaan (sensitivity)
8.1.1.1.3. kerapuhan (vulnerability)
8.1.2. prespektif penyebab tingkah laku abnormal
8.1.2.1. penyebab primer
8.1.2.1.1. kondisi yang harus dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul
8.1.2.2. penyebab predisposisi
8.1.2.2.1. keadaan sebelum munculnya suatu gangguan yang dapat memicu gangguan di masa datang
8.1.2.3. penyebab yang mencetuskan
8.1.2.3.1. peristiwa yang tidak begitu parah seolah-olah merupakan timbulnya perilaku abnormal padahal ada predisposisi sebelumhya
8.1.2.4. penyebab yang menguatkan (reinforcing)
8.1.2.4.1. peristiwa yang terjadi pada seseorang yang memantapkan suatu eadaan atau kecenderungan tertentu yang telah ada sebelumnya
8.2. tidak ada hubungan antara sebab dan akibat di antara berbagai penyebab tersebut
8.3. self regulating system
8.3.1. circularity : pola penyebab menjadi penyebab untuk suatu hal yang baru
8.3.1.1. sikap tertutup tadinya akibat pengalaman menyakitkan di masa lalu bisa menjadi gangguan psikososial di masa yang akan datang
9. Frustasi, Stress dan Penyesuaian Diri
9.1. Use toolbar to add ideas
9.2. Drag & Drop and double-click canvas
9.3. frustasi
9.3.1. keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan dinamakan frustasi
9.3.2. stress
9.3.2.1. terlalu lama dan tidak dapat diatasi seseorang
9.3.2.2. keadaan atau beban yang dirasakan tidak sepadan dengan kemampuan atasi beban
9.3.2.3. tekanan hidup dan konflik kebutuhan atau konflik tujuan
9.3.2.3.1. sukar menentukan pilihan karena punya lebih dari satu tujuan
9.3.2.4. mengatasi perilaku
9.3.2.4.1. berhasil
9.3.2.5. melarikan diri
9.3.2.5.1. mekanisme defensif
9.3.2.6. penyesuaian diri
9.3.2.6.1. tindakan pada sasaran tertentu mengatasi sebab-sebab stress
9.3.2.6.2. menilai situasi stress
9.3.2.6.3. merumuskan alternatif tindakan
9.3.2.6.4. melaksanakan tindakan
9.3.3. hambatan luar diri (eksternal)
9.3.3.1. cuaca mendung dan tidak mungkin jemur pakaian
9.3.4. hambatan dalam diri (internal)
9.3.4.1. takut halangi seseorang mendekati wanita cantik
9.4. konflik
9.4.1. approach-approach (mendekat-mendekat)
9.4.2. avoidance-approach (menjauh-mendekat)
9.4.3. avoidance-avoidance (menjauh-menjauh)